Dasar
pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 Jumlah penghasilan yang melebihi Rp300.000,00
(tiga ratus ribu rupiah) sehari, yang berlaku bagi Pegawai Tidak Tetap atau
Tenaga Kerja Lepas yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau
upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu)
bulan kalender belum melebihi Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
Atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja
Lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang
saku harian, sepanjang penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan, tarif
lapisan pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a
Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas:
i.
jumlah
penghasilan bruto sehari yang melebihi Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah);
atau
ii.
jumlah
penghasilan bruto dikurangi PTKP yang sebenarnya, dalam hal jumlah penghasilan
kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp3.000.000,00 (tiga
juta rupiah).
Dalam
hal jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp8.200.000,00
(delapan juta dua ratus ribu rupiah), PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan
tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah
Penghasilan Kena Pajak yang disetahunkan.
Contoh
pembayaran Upah Harian: Nurcahyo
dengan status belum menikah pada bulan Januari 2015 bekerja sebagai buruh
harian PT Cipta Mandiri Sejahtera. la bekerja selama 15 hari dan menerima upah
harian sebesar Rp200.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang:
Upah sehari Rp
200.000,00
Dikurangi batas upah harian tidak
dilakukan
pemotongan PPh Rp 300.000,00
Penghasilan Kena Pajak sehari Rp 0,00
PPh Pasal 21 dipotong atas Upah sehari: Rp 0,00
Sampai
dengan hari ke-15, karena jumlah kumulatif upah yang diterima belum melebihi Rp3.000.000,00
maka tidak ada PPh Pasal 21 yang dipotong.
Pada
hari ke-12 jumlah kumulatif upah yang diterima melebihi Rp3.000.000,00, maka
PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan upah setelah dikurangi PTKP yang
sebenarnya.
Upah s.d hari ke-11 (Rp200.000,00 x 16) Rp 3.200.000,00
PTKP sebenarnya:
16 x (Rp36.000.000,00/ 360) Rp 1.600.000,00
Penghasilan Kena Pajak s.d hari ke-16 Rp 1.600.000,00
PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-16
5% x Rp1.457.500,00 Rp
80.000,00
PPh Pasal 21 yang telah dipotong s.d
hari ke-15 Rp 0,00
PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada
hari ke-16 Rp 80.000,00
Sehingga pada hari ke-16, upah bersih
yang diterima Nurcahyo sebesar:
Rp200.000,00 – Rp80.000,00= Rp120.000,00
Misalkan
Nurcahyo bekerja selama 17 hari, maka penghitungan PPh Pasal 21 yang harus
dipotong pada hari ke - 17 adalah sebagai berikut :
Pada
hari kerja ke-12, jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong adalah:
Upah sehari Rp
200.000,00
PTKP sehari
-
untuk WP sendiri (Rp 36.000.000,00: 360) Rp
100.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp
100.000,00
PPh Pasal 21 terutang 5% x Rp100.000,00 Rp 5.000,00
Sehingga pada hari ke-12, Nurcahyo
menerima upah bersih sebesar:
Rp200.000,00 – Rp5.000,00 = Rp195.000,00
Contoh penghitungan Upah Borongan: Mawan mengerjakan dekorasi sebuah rumah dengan upah
borongan sebesar Rp700.000,00, pekerjaan diselesaikan dalam 2 hari.
Upah borongan sehari : Rp700.000,00 : 2
= Rp 350.000,00
Upah sehari diatas Rp300.000,00
Rp350.000,00 – Rp300.000,00 Rp 50.000,00
Upah borongan terutang pajak:
2 x Rp50.000,00 Rp 100.000,00
PPh Pasal 21 = 5% x Rp100.000,00 = Rp 5.000,00