Diupload 17 April 2020 oleh A.Is
Pengertian Ekonomi Publik
Public economics (or economics of the public sector) is the study of government policy through the lens of economic efficiency and equity. Public economics builds on the theory of welfare economics and is ultimately used as a tool to improve social welfare. (Wikipedia, n.d.)
Ekonomi publik (atau ekonomi sektor publik) adalah studi tentang kebijakan pemerintah melalui sudut pandang efisiensi ekonomi dan kesetaraan. Ekonomi publik dibangun berdasarkan teori ekonomi kesejahteraan dan pada akhirnya digunakan sebagai alat untuk meningkatkan kesejahteraan sosial.
Kenyataan bahwa kita menggunakan kata serapan publik dan tidak menemukan kata asli Bahasa Indonesia sebagai padanan public menunjukkan bahwa konsep ini memang relatif baru dalam kebudayaan kita. Bagi sebagian besar masyarakat kita barangkali masih tidak cukup jelas batas- batas antara urusan publik (umum) dan urusan privat (pribadi). Kekaburan ini dapat menimbulkan kekacauan. Misalnya, pengelolaan uang negara adalah urusan publik, maka tidak boleh dikelola secara privat, sehingga tindak korupsi dapat dihindarkan. Sebaliknya, soal iman atau keyakinan pribadi seseorang adalah soal privat, sehingga negara tidak boleh campur tangan, supaya hak asasi manusia tidak terlanggar.
Dengan ilustrasi itu maka Ekonomi Publik dapat dimaknai sebagai cabang ilmu ekonomi yang menelaah urusan publik, urusan umum, urusan banyak orang, urusan masyarakat, urusan pemerintah, atau urusan negara. (D. S. Priyarsono, 2002)
Pengertian efficiency and equity
Dalam bagian ini Mankiw juga menjelaskan mengenai tradeoff antara efisiensi (efficiency) dan pemerataan (equity). Efisiensi adalah kondisi di mana hasil-hasil perekonomian menjadi sebesar mungkin. Sedangkan pemerataan adalah suatu kondisi di mana hasil-hasil perekonomian terdistribusi secara merata. Jadi efisiensi adalah tentang ukuran kue ekonomi, sedangkan pemerataan adalah tentang pembagian kue ekonomi tersebut. (“Trade Off : Efisiensi dan Pemerataan,” 2013)
Robinson Crusoe akan mensurvei sumber daya yang tersedia baginya dan teknologi yang dimilikinya dalam mengubah sumber daya ini menjadi barang. Dengan preferensi di antara barang-barang, ia kemudian akan melanjutkan untuk menghasilkan sedemikian rupa dan dengan campuran output yang akan memaksimalkan kepuasannya. Dengan melakukan itu, ia akan bertindak efisien. Tetapi masalah dunia nyata lebih sulit. Proses ekonomi harus melayani bukan hanya satu tetapi banyak konsumen, dan berbagai hasil akan berbeda dalam implikasi distribusi mereka. Oleh karena itu, kita memerlukan definisi yang lebih hati-hati tentang apa yang dimaksud dengan penggunaan sumber daya "efisien". (Musgrave, 1989)
Memang, ketika berbicara tentang teori distribusi, para ekonom secara tradisional merujuk pada teori penetapan harga faktor dan pembagian pendapatan nasional di antara pengembalian tanah, tenaga kerja, dan modal. Teori ini berbagi faktor memainkan peran penting dalam analisis ekonomi, tetapi signifikansinya terutama terletak di bidang alokasi yang efisien. Agar penggunaan sumber daya menjadi efisien, faktor-faktor produksi harus diterapkan untuk menyamakan nilai produk marjinal mereka dalam semua penggunaan, suatu kondisi yang berlaku dalam sosialis maupun dalam masyarakat kapitalis. Tetapi teori penggunaan faktor efisien dengan sendirinya bukanlah teori keadilan distributif. Untuk satu hal, proposisi bahwa alokasi faktor harus didasarkan pada penetapan harga faktor yang efisien tidak mengharuskan distribusi akhir pendapatan di antara individu ditetapkan sama dengan hasil dari penjualan layanan faktor mereka di pasar. Keduanya dapat dipisahkan dengan intervensi dari cabang distribusi anggaran. Untuk hal lain, perhatian utama keadilan dalam distribusi adalah dengan distribusi di antara individu atau keluarga dan bukan di antara kelompok faktor. Saham faktor hanya secara longgar terkait dengan distribusi pendapatan antar keluarga. Meskipun benar bahwa pendapatan modal lebih banyak diperoleh keluarga-keluarga berpenghasilan tinggi dan pendapatan upah lebih besar untuk keluarga berpenghasilan rendah, ada beberapa pengecualian penting terhadap aturan tersebut. Masalah distribusi di antara individu atau keluarga harus ditangani secara langsung. (Musgrave, 1989)
Hubungan efficiency and equity
Konsep ekonomi kesejahteraan menjadi menarik mengingat adanya trade-off antara efisiensi dan pemerataan (efficiency-equality trade off). Okun (1975) menggambarkan trade-off ini dalam tulisannya Equality or Efficiency: The Big Trade-Off. Okun menggambarkan bahwa pemerataan dapat dicapai tetapi konsekwensinya adalah menurunnya efisiensi. First fundamental theorem of welfare economics menyatakan bahwa ekuilibrium yang kompetitif dapat mencapai pareto optimum dalam pasar yang sempurna. Dalam kenyataannya, terjadi kegagalan pasar (market failure), sehingga lahirlah second fundamental theorem of welfare economics yang menyatakan bahwa dalam konteks terjadi kegagalan pasar, ekuilibrium yang kompetitif dan memiliki properti pareto yang optimal dapat dicapai melalui lumpsum transfer. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar intervensi pemerintah untuk mengatasi trade-off antara efisiensi dan pemerataan melalui kebijakan redistribusi dalam bentuk pajak, subsidi, dan pengeluaran publik pemerintah.
Bagaimana sebaiknya efficiency and equity
Tradeoff antara efisiensi dan pemerataan dijelaskan oleh Mankiw sebagai berikut. Salah satu usaha pemerintah untuk pemerataan adalah pengenaan pajak lebih besar bagi masyarakat yang memiliki penghasilan lebih besar, untuk dibagikan kepada mereka yang kurang beruntung. Pada saat bersamaan, hal ini membebankan pula biaya efisiensi. Insentif terhadap orang-orang yang bekerja menjadi turun, sehingga orang-orang menurunkan produktivitasnya. Akibatnya, hasil perekonomian secara keseluruhan menurun. Hal ini menunjukkan bahwa usaha pemerintah untuk melakukan pemerataan, pada saat bersamaan akan mengecilkan ukuran kue ekonomi tersebut. Sehingga kedua hal ini tampaknya sulit untuk dicapai secara bersama.
Bagaimana kondisi efficiency and equity di Indonesia
Menkeu memaparkan bahwa dua hal yang penting dalam membuat keputusan dalam ekonomi adalah efisiensi dan equality. Begitu juga halnya pemerintah. Tahun depan, pemerintah akan mengelola belanja negara sebesar Rp2.204,4 triliun. Jumlah yang sangat besar namun juga terdapat berbagai prioritas sehingga pemerintah harus membuat keputusan akan pilihan-pilihan yang ada. Keputusan tidak berdiri sendiri tetapi akan selalu ada pilihan. Jika ingin efisiensi maka pemerintah akan membangun pulau Jawa yang akan menghasilkan return maksimal. Namun, dengan mempertimbangkan equality maka pemerintah akan membangun dari pinggiran agar pemerataan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dapat tercapai walaupun dengan biaya yang lebih besar. (“Efisiensi dan Equality, 2 Hal Penting dalam Ekonomi,” 2017)
Peran Pemerintah dalam Ekonomi Publik
Prinsip kebebasan ekonomi dalam prakek menghadapi perbenturan kepentingan, karena tidak adanya koordinasi yang menimbulkan harmonis dalam kepentingan masing-masing individu. Dalam hal ini pemerintah mempunyai peranan untuk mengatur, memperbaiki atau mengarahkan aktivitas sektor swasta. Dalam perekonomain modern, peranan pemerintah dapat diklasifikasikan dalam 3 golongan besar, yaitu:(“Peran Pemerintah,” 2017)
1. Peranan Alokasi
2. Peranan Distribusi
3. Peranan Stabilisasi
Peranan Pemerintah
1. Peranan Alokasi
Kegiatan-kegiatan alokasi muncul sebagai akibat kegagalan pasar untuk menyesuaikan produksi berbagai barang pada tingkat utilitas masyarakat dipandang dalam pengertian untuk mencapai penghasilan riil per kapita yang maksimal. (“Ekonomi Publik,” 2013)
Peranan alokasi oleh pemerintah ini sangat dibuthkan terutama dalam hal penyediaan barang-barang yang tidak dapat disediakan oleh swasta yaitu barang-barang umum atau disebut juga barang publik. Karena dalam sistem perekonomian suatu negara, tidak semua barang dapat disediakan oleh swasta dan dapat diperoleh melalui sistem pasar. Dalam hal seperti ini maka pemerintah harus bisa menyediakan apa yang disebut barang publik tadi. Tidak dapat tersedianya barang-barang publik tersebut melalui sistem pasar disebut dengan kegagalan pasar. Hal ini dikarenakan manfaat dari barang tersebut tidak dapat dinikmati hanya oleh yang memiliki sendiri, tapi dapat dimiliki/dinikmati pula oleh yang lain, dengan kata lain, barang tersebut tidak mempunyai sifat pengecualian seperti halnya barang swasta. Contohnya seperti udara bersih, jalan umum, jembatan, dll.
Kegiatan dalam mengalokasikan faktor-faktor produksi maupun barang-barang dan atau jasa-jasa untuk memuaskan/memenuhi kebutuhan masyarakat. Jadi kegiatan ini untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu maupun kebutuhan masyarakat yang secara efektif tidak dapat dipuaskan oleh mekanisme pasar. Contohnya dalam kegiatan pendidikan, pertahanan dan keamanan, serta keadilan. (Azizah, 2015)
2. Peranan Distribusi
Peranan distribusi erat kaitannya dengan distribusi pendapatan. Distribusi ini dilakukan mengingat kenyataan adanya tradeoff antara pertumbuhan dengan pemerataan pendapatan. Peran pemerintah adalah mengatur agar terjadi pemerataan yang lebih baik dari pendapatan yang ada dan mangatur sistem trickle-down sehingga semua dapat merasakan pendapatan yang diperoleh negara.
Peranan distribusi ini merupaka peranan pemerintah sebagai distribusi pendapatan dan kekayaan. Tidak mudah bagi pemerintah dalam menjalankan peranan ini, karena distribusi ini berkaitan erat dengan dengan masalah keadilan. Sedangkan masalah keadilan sudah ini sudah terlalu kompleks, sebab keadilan ini merupakan satu masalah yang bisa ditinjau dari berbagai presepsi, bahkan masalah keadilan ini juga tergantung dari pandangan masyarakat terhadap keadilan itu sendiri, karena keadilan itu merupakan masalah yang relatif dan dinamis. Kegiatan dalam mengadakan redistribusi pendapatan atau mentransfer penghasilan ini memberikan koreksi terhadap distribusi penghasilan yang ada dalam masyarakat.
Pemerintah dapat merubah distribusi pendapatn masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung misalnya dengan pajak progresif, yaitu membebankan pajak yang relatif lebih besar bagi orang kaya dan relatif lebih kecil bagi orang misin, disertai subsidi bagi golongan miskin. Secara tidak langsung, bisa melalui kebijaksanaan pengeluaran pemerintah, misalnya: pembangunan perumahan tipe sederhana (RS) dan tipe sangat sederhana (RSS) yang lebih banyak porsinya dibanding rumah mewah, untuk golongan pendapatan tertentu, subsidi untuk pupuk petani, dan lain sebagainya.
Dalam industri di mana pemerintah tidak produsen atau konsumen, mungkin tetap memiliki efek yang luas pada keputusan produsen swasta. Pengaruh ini dilakukan melalui subsidi dan pajak baik langsung maupun tidak langsung dan melalui regulasi. Ada banyak motif pengaruh pemerintah seperti itu. Mungkin ada ketidakpuasan dengan tindakan tertentu dari perusahaan, seperti polusi. Mungkin ada kekhawatiran tentang kekuatan monopoli beberapa perusahaan. Kelompok-kelompok kepentingan khusus dapat meyakinkan Kongres bahwa mereka sangat membutuhkan bantuan. Pasar swasta mungkin gagal menyediakan barang dan jasa tertentu yang dianggap penting. Subsidi dan Pajak Pemerintah mensubsidi produksi swasta dalam tiga cara luas: pembayaran langsung kepada produsen, pembayaran tidak langsung melalui pajak, dan pengeluaran tersembunyi lainnya. (Stiglitz, 2000)
3. Peranan Stabilisasi
Selain peranan alokasi dan distribusi, pemerintah mempunyai peranan utama sebagai alat stabilisasi perekonomian. Perekonomian yang sepenuhnya diserahkan kepada sektor swasta akan sangat peka terhadap goncangan keadaan yang akan menimbulkan pengangguran dan inflasi. Ketika suatu barang turun daya belinya maka yang terjadi adalah mengurangi produksi. Jika hal ini dibiarkan akan mengakibatkan pengangguran besar-besaran. Pengangguran akan mengganggu stabilitas politik maupun ekonomi.
Kegiatan menstabilisasikan perekonomian yaitu dengan menggabungkan kebijakan-kebijakan moneter dan kebijakan-kebijakan lain seperti kebijakan fiskal dan perdagangan untuk meningkatkan atau mengurangi besarnya permintaan agregat sehingga dapat mempertahankan fullemployment dan menghindari inflasi maupun deflasi. Peranan tabilisasi pemerintah dibutuhkan jika terjadi gangguan dalm menstabilkan perekonomian, seperti: terjadi deflasi, inflasi, penurunan permintaan/penawaran suatu barang, yang nantinya masalah-masalah tersebut akan mengangkibatkan timbulnya masalah yang lain secara berturut-turut, seperti pengangguran, stagflasi, dll.
Permasalahannya sekarang ialah bagaimana menyelaraskan seluruh kebijaksanaan yang akan diterapkan jika terjadi suatu masalah, tanpa bertentangan dengan kebijaksanaan yang lain dan tanpa menimbulkan masalah baru. Baik itu kebijaksanaan dalam rangka peranan pemerintah sebagai alat untuk mengalokasikan sumber-sumber ekonomi agar efisien, distribusi pendapatan agar merata dan adil, serta stabilitas ekonomi. Demikian juga halnya kebijaksanaan dibidang-bidang lain. Oleh karenanya dituntut kebijaksanaan yang betul-betul seimbang dari pemerintah demi kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan Pemerintah dalam ekonomi Publik
Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam ekonomi publik, sangat jelas dan nampak peranan pemerintah tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
1. Alokasi
Mekanisme Alokasi Sumber Daya yang Efisien
Alokasi sumber daya yang efisien dapat didefinisikan sebagai kondisi dalam struktur pasar dimana semua sumber daya yang dialokasikan sedemikian rupa sehingga memaksimalkan laba bersih dicapai melalui penggunaan mereka. Ini adalah salah satu definisi standar efisiensi alokatif. Alokasi efisiensi mengacu pada situasi dimana keterbatasan sumber daya dialokasikan oleh pemerintah sesuai dengan keinginan konsumen. Dalam perekonomian yang efisien, alokasi menghasilkan ‘campuran optimal’ komoditas. Metode pengukuran laba dapat diimplementasikan dalam berbagai organisasi, baik negeri maupun swasta. Singkatnya, efisiensi alokatif adalah semua manfaat lebih tentang memiliki kewajiban sambil menghasilkan relatif sedikit. Teori ini kurang lebih sama dengan hukum penawaran dan permintaan dan analisis permintaan dan penawaran.
Membangun Infrastruktur
Pilihan membangun infrastruktur sebagai prioritas anggaran setidaknya memiliki tiga alasan:
- Infrastruktur merupakan prasyarat bagi pembangunan Indonesia, dia sangat dibutuhkan mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan yang setiap potensi bangsa tersebar di masing-masing pulau tersebut. Infrastruktur konektivitas akan menghubungkan setiap potensi bangsa itu agar menjadi nilai tambah.
- Infrastruktur konektivitas ditambah dengan infrastruktur energi yang merata akan meningkatkan produktivitas bangsa – selain akan menurunkan biaya logistik antarwilayah juga akan memeratakan proses industrialisasi dan penyebaran aktivitas ekonomi di seluruh wilayah Indonesia sesuai dengan potensi masing-masing wilayah. Aktivitas ekonomi menjadi tumbuh dan berkembang karena tidak hanya terkonsentrasi di wilayah Jawa.
- Infrastruktur fisik (konektivitas dan energi) dan kemudian dilengkapi dengan infrastruktur sosial (pendidikan, kesehatan dan kebudayaan) maka akan memperkokoh jalinan antarberbagai-bagai suku bangsa di berbagai-bagai kepulauan di nusantara menjadi mozaik indah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mengapa infrastruktur jalan tol? Sebetulnya infrastrukur yang dibangun tidak hanya jalan tol. Berbagai jenis infrastruktur sesuai dengan kebutuhan dan prioritisasinya. Bagan berikut merupakan gambaran berbagai proyek infrastruktur yang dibangun.(Kementrian Keuangan, n.d.)
2. Distribusi
Mekanisme Distribusi Melalui Anggaran
Memasuki era desentralisasi atau dikenal dengan “big-bang decentralizsation” yang dimulai pada 2001, Pemerintah Pusat tetap memainkan peranan penting dalam mendukung pelaksanaan urusan pemerintahan yang didesentralisasikan ke pemerintah daerah (pemda). Khususnya dalam hal keuangan, Pemerintah Pusat bertanggung jawab menjaga keseimbangan alokasi dana antar daerah. Untuk itu, Pemerintah Pusat melakukan transfer dana ke daerah melalui beberapa mekanisme, seperti dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), dan dana bagi hasil (DBH). Ketiga dana perimbangan tersebut mempunyai tujuan dan nature (sifat dasar) yang berlainan satu sama lain. Semua dana perimbangan tersebut disalurkan ke dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Oleh karena itu, dalam pengelolaannya pemda harus mempertanggungjawabkannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Di samping itu, Pemerintah Pusat juga menyediakan pinjaman dan bantuan kepada pemda. Tujuan transfer dana, sebagaimana juga merupakan arah dari kebijakan fiskal Pemerintah Pusat dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, antara lain, untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah, serta antar daerah, dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antar daerah. DAU bersifat hibah umum (block grant); oleh karenanya, pemda memiliki kebebasan dalam memanfaatkannya tanpa campur tangan Pemerintah Pusat. DBH adalah dana yang bersumber dari penerimaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang dialokasikan kembali kepada daerah (penghasil) dengan pembagian sebagaimana diatur dalam Undang-undang (UU) No. 33/2004. DBH dibagi atas DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam. DBH Pajak terdiri dari pajak bumi dan bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), dan pajak penghasilan (PPh). DBH Sumber Daya Alam berasal dari kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi.
APBN Pro-Rakyat sebagai pengentasan kemiskinan dan ketimpangan
Angka kemiskinan Indonesia sudah menurun sangat tajam. Tahun 2007 tercatat sebesar 16,58% penduduk Indonesia di bawah garis kemiskinan. Dengan berbagai pendekatan pembangunan untuk pengentasan kemiskinan maka jumlah penduduk miskin telah menurun signifikan menjadi 9,66% pada September 2018. Program pengentasan kemiskinan terus dilanjutkan dengan mempertajam pendekatan dan programnya. Mengingat semakin rendah angka kemiskinan maka akan semakin sulit untuk menurunkan angka kemiskinan pada level yang sama ketika angka kemiskinan masih tinggi.
Pendekatan dan perbaikan program yang dilakukan adalah dengan mengembangkan mekanisme bantuan sosial yang lebih tepat sasaran dan mensinergikan berbagai program yang ada dengan menggunakan basis data yang sama – Basis Data Terpadu (BDT). Selain itu, program juga dibuat berjenjang sesuai dengan kebutuhan dan target program.
- Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) digunakan untuk membantu masyarakat miskin memenuhi kebutuhan pokok seperti beras dan telur. Program ini sebagai kelanjutan dari Rastra dan Raskin.
- Program Keluarga Harapan (PKH) digunakan bukan hanya untuk melindungi masyarakat miskin tetapi juga digunakan untuk mendorong ke behaviour positif, seperti memeriksakan kesehatan kandungan, bayi dan anak serta menyekolahkan anak-anaknya.
- Program Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN) untuk memastikan 40% masyarakat termiskin dapat mendapatkan akses ke fasilitas kesehatan sehingga terlindungi dari risiko kesehatan.
- Program Indonesia Pintar (PIP) merupakan kelanjutan Bantuan Siswa Miskin agar tetap dapat mendapatkan pendidikan yang layak demi masa depannya
Selain itu, untuk meningkatkan kapasitas produktif masyarakat miskin pemerintah juga menyiapkan program subsidi bunga agar masyarakat mendapatkan akses pendanaan murah untuk meningkatkan usahanya (UMKM), seperti: Program Kredit UMi (Kredit Ultra Mikro) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Masih ada lagi program Community Development dalam bentuk Dana Desa, yang saat ini alokasi dananya semakin meningkat dan penyalurannya semakin baik. Ini sebagai salah satu wujud komitmen pemerintah membangun dari pinggiran.
Dengan berbagai upaya tersebut, angka kemiskinan menunjukkan penurunan dan angka ketimpangan Gini Rasio yang sebelumnya mengalami peningkatan ke 0,41 di tahun 2011 berangsur kembali menurun ke 0,389 di tahun 2018.
Mekanisme Kebijakan Stabilisasi
Kebijakan stabiliasi digunakan untuk pencapaian tujuan makro secara optimal. Salah satu contoh kebijakan stabilisasi adalah penerapan policy mix atau bauran kebijakan yang terkoordinasi antara satu kebijakan dengan kebijakan lainnya. Pengertian optimal disini adalah pencapaian tujuan antar kebijakan dapat terkoordinasi sehingga tidak menimbulkan dampak yang kurang menguntungkan bagi pencapaian tujuan kebijakan ekonomi makro secara keseluruhan. Salah satu contoh penerapan bauran kebijakan yang banyak dikenal adalah bauran kebijakan fiskal-Moneter (monetary–fiscal policy mix). Secara konseptual, koordinasi bauran kebijakan fiskal-moneter dapat dilakukan melalui beberapa scenario.
Insentif Pemerintah
Berbagai kebijakan pemerintah (insentif) dalam hal fiscal untuk dapat mendukung kondisi moneter yang stabil. Insentif Fiskal dimana Pemerintah tetap menjaga keberlangsungan iklim investasi dan peningkatan daya saing dengan memberikan insentif fiskal meskipun target penerimaan pajak meningkat (Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2019)
Mendorong perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM):
- insentif perpajakan khusus berupa tarif PPh final UMKM sebesar 0,5%,
- fasilitas kredit usaha rakyat melalui pemberian subsidi bunga kepada 12,8 juta debitur lama dan 4 juta debitur baru
- penyaluran dana bergulir untuk peningkatan akses dan penguatan modal bagi UMKM, termasuk usaha mikro pesantren.
Subsidi non energi diarahkan agar lebih tepat sasaran dan menuju penyaluran nontunai
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, R. D. (2015). Peranan Pemerintah Dalam Perekonomian. Retrieved March 21, 2020, from Kompasiana.com website: https://www.kompasiana.com/ratudevi/550ea7e5a33311ae2dba81bb/peranan-pemerintah-dalam-perekonomian
D. S. Priyarsono, P. D. (2002). Pengertian dan Ruang Lingkup Ekonomi Publik. UT, 1–32.
Efisiensi dan Equality, 2 Hal Penting dalam Ekonomi. (2017). Retrieved March 21, 2020, from kemenkeu.go.id website: https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/efisiensi-dan-equality-2-hal-penting-dalam-ekonomi/
Ekonomi Publik. (2013). Retrieved March 21, 2020, from gioandi.wordpress.com website: https://gioandi.wordpress.com/ekonomi-publik/
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2019). Buku Informasi APBN 2019. Retrieved from https://www.kemenkeu.go.id/apbn2019
Kementrian Keuangan. (n.d.). APBN 2019. Retrieved March 22, 2020, from kemenkeu.go.id website: https://www.kemenkeu.go.id/apbn2019
Musgrave, R. A. M. P. B. (1989). Public Finance in Tehory and Practice. In S. D. Stratford (Ed.), Economists’ Voice (5th ed., Vol. 5). https://doi.org/10.1515/1553-3832.1898
Peran Pemerintah. (2017). Retrieved March 22, 2020, from dhanywisnup.wordpress.com website: https://dhanywisnup.wordpress.com/ekonomi-pembangunan/ekonomi-publik/peran-pemerintah/
Stiglitz, J. E. (2000). Economics of The Public Sector (3rd ed.; E. Parsons, Ed.). New York/London: W.W. Norton & Company.
Trade Off : Efisiensi dan Pemerataan. (2013). Retrieved March 21, 2020, from Bedroomwriter.blogspot.com website: http://bedroomwriter.blogspot.com/2013/02/trade-off-efisiensi-dan-pemerataan.html
Wikipedia. (n.d.). Public economic. Retrieved March 21, 2020, from https://en.wikipedia.org/wiki/Public_economics